Bonus demografi adalah keuntungan yang diperoleh melalui percepatan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh perubahan struktur umur penduduk proporsi penduduk usia produktif yang sangat besar. Pada tahap awal transisi demografi, tingkat fertilitas menurun, menyebabkan lebih sedikit anak yang lahir dan menjadi tanggungan. Jumlah penduduk usia produktif tumbuh lebih cepat sehingga memberikan tambahan sumber daya manusia yang besar dalam pembangunan ekonomi.
Bonus demografi akan berdampak pada angkatan kerja, yakni dengan meningkatnya jumlah orang usia produktif, negara memiliki potensi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, usaha, bisnis dan industri, yang pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Bonus Demografi Pertama
Periode bonus demografi pertama berlangsung ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas), atau dengan kata lain angka ketergantungan berada di bawah angka 50 persen. Pada periode ini, suatu negara memiliki peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan peningkatan standar hidup.
Menurut proyeksi penduduk 2020-2050 yang dikeluarkan BPS, Indonesia saat ini telah berada dalam periode bonus demografi pertama dan diperkirakan akan berlangsung hingga 2040.
Penduduk usia produktif di Indonesia pada 2023 diperkirakan 69,13 persen dari total penduduk dengan rasio ketergantungan 44,65 persen.
Peluang Bonus Demografi Kedua
Tren menurunnya fertilitas dan meningkatnya angka harapan hidup memperbesar proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas diperkirakan meningkat cukup tajam dari 9,93 persen tahun 2020 menjadi 21,90 persen tahun 2050 (Proyeksi Penduduk BPS). Artinya, lebih dari seperlima penduduk Indonesia pada 2050 berada pada usia pensiun.
Di sisi lain, sejalan dengan membaiknya derajat kesehatan dan meningkatnya umur harapan hidup, secara fisik penduduk usia awal pensiun 60-64 atau bahkan 60-69 tahun masih cukup baik dan mampu untuk tetap berkontribusi terhadap perekonomian meskipun tidak sebaik penduduk usia produktif.
Muncul jendela peluang yang kedua untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan momentum peningkatan proporsi penduduk lansia. Mason & Lee (2006) mengungkapkan, bonus demografi kedua dapat diraih ketika akumulasi tabungan dan kekayaan yang dimiliki penduduk lansia (yang dikumpulkan selama masa produktif) dimanfaatkan maksimal sebagai akumulasi modal/investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan untuk lansia sangat penting dalam menghadapi perubahan demografi di banyak negara, termasuk Indonesia. Jepang merupakan contoh negara di Asia yang jauh lebih dulu memasuki era penuaan penduduk dan negara dengan proporsi lansia terbesar di dunia (super-aged population).
Selain penuaan penduduk, Jepang juga mengalami penurunan jumlah penduduk (population decline) dan kekurangan tenaga kerja produktif akibat angka fertilitas sangat rendah. Meski masih merupakan perekonomian kedua terbesar di G7 setelah AS, ekonomi Jepang cenderung stagnan satu dekade terakhir.
Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung pencapaian bonus demografi kedua, termasuk agar Indonesia keluar dari perangkap pendapatan menengah.
Namun, strategi untuk memanfaatkan peluang bonus demografi kedua harus dilakukan lebih holistik, tak hanya berfokus pada kelima hal di atas. Upaya memetik bonus demografi kedua harus dilakukan sebelum penduduk memasuki lansia agar mereka tak hanya mandiri dan sejahtera, tetapi juga memberi kontribusi ekonomi yang signifikan melalui akumulasi modal/investasi. Seperti slogan ”jangan tua sebelum kaya”.
Strategi Utama menyongsong Bonus Demografi Kedua
Peningkatan kualitas SDM diperlukan mengingat saat ini Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lain di dunia. Menurut Human Development Report 2023/2024, Indonesia berada di peringkat ke-112 dari 193 negara, jauh dibandingkan dengan Thailand (66), Malaysia (63), Brunei (55), dan Singapura (9).
Apalagi dilihat dari kualitas tenaga kerja. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2023, sebesar 59,11 persen tenaga kerja Indonesia adalah pekerja informal dan hanya 3,21 persen berstatus pengusaha dibantu buruh/karyawan tetap.
Kedua, membantu penduduk usia tua bisa bekerja lebih lama, antara lain dengan:
(1) penundaan usia pensiun guna meningkatkan partisipasi angkatan kerja;
(2) kebijakan ketenagakerjaan dan pemberdayaan ekonomi yang membantu menjamin pekerjaan layak bagi pekerja lanjut usia; dan
(3) meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya lansia yang memungkinkan mereka berpartisipasi di pasar tenaga kerja dan melakukan pekerjaan secara kreatif.
Di banyak negara maju, usia pensiun adalah 65 tahun. Sudah saatnya Indonesia meningkatkan usia pensiun yang saat ini 60 tahun karena terus meningkatnya usia harapan hidup. Kebijakan ini perlu diikuti dengan perluasan kesempatan kerja agar tidak berpotensi meningkatkan pengangguran usia muda.
Ketiga, meningkatkan kemampuan konsumsi lansia. Ini harus dibarengi dengan meningkatkan pendapatan tenaga kerja lansia. Selain mendorong lansia tetap bekerja, penting untuk mengembangkan pasar faktor-faktor produksi yang memungkinkan peningkatan pendapatan lansia lewat aset yang dimiliki.
Bagi lansia yang tak mampu bekerja, meningkatkan konsumsi bisa diperkuat dengan perlindungan sosial bagi lansia. Di beberapa negara maju, para lansia juga mendapatkan keringanan pajak.
Inovasi berkelanjutan
Menghadapi bonus demografi pertama dan kedua, diperlukan inovasi berkelanjutan berupa pengenalan hal-hal yang baru, seperti ide, produk, ataupun metode yang mendorong peluang kerja baru dan peningkatan produktivitas.
Inovasi berkelanjutan menjadi salah satu kunci untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Dengan menumbuhkan budaya inovasi, negara dapat mengembangkan industri baru, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan produk dan layanan bernilai tinggi.
Beberapa strategi yang dapat diambil:
(1) investasi pada pendidikan dan pelatihan untuk memastikan tenaga kerja memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk teknologi dan industri baru;
(2) mendukung penelitian dan pengembangan (R&D) untuk mendorong inovasi melalui pendanaan dan kebijakan yang mempromosikan R&D;
(3) meningkatkan infrastruktur pendukung industri dan teknologi baru; serta
(4) mendorong kewirausahaan dengan menciptakan lingkungan tempat perusahaan rintisan dan usaha kecil dapat berkembang.
https://www.kompas.id/artikel/lansia-dan-bonus-demografi-kedua
Penulis : Faharuddin Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN
0 Comments:
Post a Comment