Keterkaitan PDB dan Indikator Ekonomi Lainnya


Penghitungan PDB/PDRB merujuk pada SNA 2008 (700 halaman) meski belum fully adopted. BPS baru adopted pada tahun ...



Indonesia menghitung PDB dari pendekatan Produksi dan Pengeluaran dan belum dari sisi Pendapatan karena ketersediaan data. Tidak seperti Australia data dari Pajak sudah terkirim otomatis. 

INDEPENDENSI dan Koherensi harus betul-betul dijaga. Karena Indepensi itulah marwah sebuah lembaga statistik. Contoh Argentina pada tahun 2000 mengalami Inflasi yang sangat tinggi. Pada 2005 presiden terbaru mencopot kepala kantor statistik dan Bank Central dan menghasilkan angka inflasi yang bagus. Pegawai statistik membuat angka tandingan sampai tahun 2014 IMF mengeluarkan Argentina karena statistiknya tidak dapat dipercaya hanya karna angka inflasinya diintervensi. 
Tim PBB akan secara berkala mengaudit lembaga statistik atas data yang dihasilkan. Investor tidak akan mau datang ke negara yang statistiknya tidak dipercaya. BPS tidak boleh diintervensi meski dengan ancaman apapun.

KOHERENSI : menghitung PDB sangat rumit. Koherensi harus logical dan konsisten. Misal angka Ekspor Impor tidak sejalan dengan PDB. Data tidak boleh berbeda arah. Inflasi bergerak naik, kok deflator PDB bergerak turun. Harus konsisten agar tidak membingungkan. Gap data boleh ada tapi arah gerak data harus betul-betul terjaga dan membentuk alur cerita yang masuk diakal.


Kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. 3 Permasalahan utama : Inflasi yang tinggi, perubahan iklim, dan aging population.

Inflasi mendadak liar diawali Covid 19. Ekonomi menjadi minus karena tidak ada demand. 2021 demand melonjak tinggi tapi supply tidak cukup menyebabkan inflasi yang tinggi. Ditambah perang Rusia dan Ukrania. Ukrania adalah penghasil utama jagung, gandum dan seeds oil. Rusia penghasil gandum dan energi (Batubara, gas alam cair). Akibat perang harga energi melambung  tinggi.
Ketika masyarakat kelas menengah saja sudah kedodoran ekonominya bagaimana dengan ekonomi rendah. Tambah perang Israel dan Iran saat ini.

Ketika inflasi tinggi semua negara akan mengontrol ekonomi dengan menjaga moneter (menaikkan suku bunga tinggi). Akibatnya rupiah melemah. 
Ukrania penghasil seeds oil pindah ke CPO. Rusaknya rantai pasok menyebabkan inflasi tinggi dan diprediksi akan sampai tahun 2025 (stagnan) kecuali India dan Singapura karena ekonominya berlandaskan Jasa.
 



Pada Tw 3 2024 ekonomi melambat ke 4,95. Apa yang menjadi masalah utama yang dihadapi perekonomian Indonesia melihat grafik diatas?

Ada 2 permasalahan besar yang dihadapi Indonesia:
a. Permasalahan Struktural..dari sisi Lapangan usaha sangat tergantung pada 3 sektor besar yaitu industri, pertanian dan perdagangan (dan ini bukan hal yang baik) hampir 45%. Jika ketiga sektor ini goyah maka perekonomian kita bisa stagnan.

Dari sisi pengeluaran masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan PMTB (83%). Daya beli turun sedikit saja bisa bahaya. Ketergantungan yang tinggi pada beberapa sektor tertentu tidak baik. Tidak cukup ruang gerak untuk lebih fleksibel.

b. Permasalahan Musiman
Perhatikan konsumsi RT pada pergerakan Q to Q. Tw 1 kuat karena ada Pemilu, kenaikan gaji dan THR pembayaran dimajukan. Pada TW2 ada Hari Raya. Tw3 dan Tw4 tidak ada apa-apa lagi. Meski dalam rilis inflasi dikatakan bahwa penyebab inflasi adalah volatile food bukan inflasi inti, tapi data diatas tidak bisa dinafikan bahwa konsumsi RT mengalami kontraksi.
Terlebih untuk konsumsi masyarakat kelas menengah. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan sehingga kebijakan yang harus ditempuh adalah penguatan daya beli.

Target pemerintah 8% pertumbuhan ekonomi adalah target yang sangat besar. Perlu kejelasan jalan yang akan ditempuh seperti apa karena permasalahan kita masih masalah STRUKTURAL dan MUSIMAN.


PMI adalah leading indikator yang mengukur aktivitas sektor real (manufaktur dan Jasa). Yang menjadi reponden adalah manajer pembelian. Jika ada peningkatan pesanan artinya ada peningkatan demand.
Tapi jika Inventori meningkat, ada masalah dimana permintaan stagnan..

PMI bisa menjadi arah perkembangan PDB..
Dari grafik diatas sejak Juli trend menurun dan rilis November 2024 (<50%) indikator perlambatan ekonomi sebelum angka pertumbuhan ekonomi dirilis. Gunanya menjadi warning lebih awal.
Jadi jangan hanya terpaku pada indikator yang dirilis BPS saja..rujuk data World Bank, IMF, dll.

PMI vs PDB adalah indikator yang saling melengkapi dan menjadi instrumen awal bagi pemerintah untuk merancang kebijakan secara lebih dini sebelum PDB dirilis.


Inflasi dihitung oleh BPS Pusat berdasarkan data dari daerah. Jadi tidak mudah mengintervensi BPS dalam menghasilkan data inflasi. Sama halnya ketika BPS melakukan survei HK, pemda bisa melakukan intervensi dengan operasi pasar. Sampel pendataan harga tidak boleh diberikan kepada pihak manapun karena sifatnya rahasia. Di negara manapun menerapkan prinsip yang sama..

PDB Nominal ATHB vs PDB Real ADHK

Ikuti cara berpikir ekonom untuk bisa menjawab pertanyaan mereka. Merujuk grafik diatas dapat dilihat secara umum sama, tapi di beberapa titik ada yang menimbulkan pertanyaan.
Lihat dari sisi pengguna, setelah hitung PDB/PDRB ambil jarak dulu. Kira-kira pertanyaan pengguna yang akan muncul apa...

Ketika mendeliver ke awam harus menggunakan bahasa umum. Penting nya Koherensi atas data-data yang dihasilkan BPS.

Antara Deflator PDB dengan angka inflasi koheren tidak? 



Sudah pernah cek data APBN? Perhatikan pada Juni Bloomberg mengeluarkan berita bahwa tim transisi Probowo Gibran akan menaikkan rasio utang sampai 50% selama 5 tahun ke depan. Pada hari yang sama rupiah langsung anjlok IHSG turun 9,7 poin. 

Pointnya adalah pasar sangat REAKTIF. Utang menjadi isu sangat sensitif. Pemerintah selalu menyatakan utang negara masih aman-aman saja dengan menggunakan indikator Rasio Utang terhadap PDB (21.000 M) sekitar 40% dimana negara lain jauh diatas. Jepang 251%, AS 120%. 
Tapi tidak bisa hanya memandang 1 indikator saja. Bayar hutang tidak bisa pakai PDB tapi pakai pajak. PDB tidak ada duitnya. Yang menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana mengkoversi PDB menjadi pendapatan.

Bayar Bunga saja 430 T per tahun atau sekitar 13% rasio terhadap PDB. Idealnya 9-10%.
Tax Ratio Indonesia masih rendah 12% sementara negara-negara OECD sudah 30%. 

Jika pendapatan kita 8000 T sementara pendapatan hanya 3000T, artinya hutang kita hampir 3 kali lipat pendapatan kita (Tidak Sehat). 
IMF menyatakan idealnya hutang 100-150% rasio terhadap PDB.



Secara umum PDB dan konsumsi listrik biasanya sejalan. Tapi kondisi ini tidak sama di semua negara karena dipengaruhi banyak hal. Misal di Indonesia kaitan PDB dan konsumsi listrik tidak begitu kuat. Ketika diteliti persoalan terletak pada konsumsi listrik di rumah tangga karena tidak efisien karena budaya hemat belum menjadi gaya hidup. Misal siang hari tetap menggunakan lampu.  

Berhati-hati ketika mengaitkan antara PDB dengan satu indikator lainnya karena tidak selamanya linier. Selalu ada penjelasan atau faktor lain yang membuat hasil penelitiannya berbeda. 
Implikasi kebijakan : Pemerintah harus menyediakan pasokan listrik di semua lokasi secara merata dan di sisi lain harus mengedukasi masyarakat agar hemat energi.



Ketika menghitung satu komponen harus mampu menghitung dampaknya ke sektor mana. Misal semen akan berdampak pada sektor Konstruksi. Konstruksi naik maka akan menggerakkan data bangunan sebagai salah satu komponen data PMTB. 

Data konsumsi listrik akan mempengaruhi sektor...?
Data produksi kenderaan/mobil akan berdampak pada sektor mana saja..?


PMTB dapat dimaknai sebagai Investasi agar mudah dipahami kalangan awam meski sebenarnya Investasi dan PMTB tidak sama. Data bangunan diatas sangat besar dan ini bukan hal yang bagus ketika % riset atas PDB sangat kecil dibanding negara-negara lain. Kita maunya instan. Riset tidak akan bisa menghasilkan dampak secara langsung.  

PDB dan Investasi biasanya searah tapi perlu mewaspadai siklusnya yang biasanya dipengaruhi kebijakan pemerintah atas apa yang terjadi secara global. 

Misal China dengan angka Investasi yang tinggi di Indonesia akan berpengaruh ketika mengalami perlambatan ekonomi di negaranya.




Beyond GDP adalah konsep dimana indikator lebih komprehensif dan holistik. SEEA dirilis tahun 2012 dan BPS harus merepon meski lambat. 
Beyond GDP berbicara : Keberlanjutan, Kesetaraan, Kesejahteraan.
Keberlanjuntan berbicara mengenai Lingkungan yang datanya sangat terbatas, Kesejahteraan banyak konsep yang berbeda-beda. Jangan-jangan pertumbuhan ekonomi kiga bukan 5% tapi justru -7% jika data kerusakan lingkungan dihitung.

Ternyata banyak data-data yang ada di K/L lain yang tidak terpublikasi ternyata berkontribusi positif. Contoh data BMKG banyak yang bisa menyuplai penghitungan Beyond GDP. 
Sebagai contoh data KSA yang notabene inovasi dari BPPT bisa berdampak di tingkat nasional. Ajak semua stakeholder untuk berkontribusi dari sisi masing-masing K/L. 

Jika tidak dimulai, kedepannya data PDB akan terputus dari kenyataan sehari-hari dan pada akhirnya pembuatan Policy menjadi tidak mudah.


Joseph Stiglitz seorang pemenang Nobel menyatakan jika kita mengukurnya salah maka apa yang kita kerjakan salah semua. PDB banyak kelemahan dan harus disempurnakan menuju Beyond GDP.



Sumber : Youtube

0 Comments:

Post a Comment